WARTA GURU-- Halo, Bapak/ Ibu Guru yang kami hormati. Semoga Bapak/ Ibu selalu sehat dan dalam lindungan Tuhan YME. Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat kebijakan baru dengan membentuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) yang khusus menangani persoalan guru dan tenaga pendidik. Setelah melalui seleksi terbuka dan ketat, terpilih sosok Sumarna Surapranata menjadi direktur jenderal GTK. Langkah dan terobosan apa saja yang diambil oleh Sumarna? Berikut perbincangannya dengan wartawan Republika, Erik Purnama Putra.
Apa masalah yang dihadapi guru sehingga pemerintah pusat perlu membentuk Ditjen GTK?
Jadi, sepengetahuan saya, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan dibentuk untuk menangani masalah guru dan tenaga pendidik, jadi penanganan masalah guru bisa lebih terkonsentrasi, terpusat, lebih efektif, dan efisien jika ditangani oleh ditjen sendiri. Jadi, tidak terpisah-pisah. Sehingga di bawah satu komando.
Selama ini, bagaimana penyelesaian masalah guru?
Selama ini terkotak-kotak di ditjen masing-masing. Contoh guru PAUD, penyelesaiannya ada di bawah ditjen yang menangani PAUD. Guru dikdas (pendidikan dasar) demikian, dikmen (pendidikan menengah) juga demikian. Sehingga, koordinasi kadang kurang pas. Sekarang ada ditjen baru yang khusus menangani guru dan tenaga pendidikan sehingga koordinasinya lebih mudah. Dalam penanganan masalah urgen, lebih mudah dibandingkan terkotak-kotak. Misal, ada surat dikirim ke ditjen (tertentu), bisa lempar-lemparan. Sehingga dengan ditjen baru ini, penyelesaian guru lebih terfokus.
Apa masalah paling mendesak yang dihadapi guru?
Semua urgen, kalau bicara masalah guru, mulai dari mana? Saya bersama teman-teman sudah membuat sebuah kebijakan tata kelola baru, tata kelola barunya terdiri atas sembilan komponen. Yang tentu ini akan saya perjelas lagi. Kalau dulu penanganan guru terkotak-kotak, sekarang tidak. Karena bicara tata kelola baru, maka harus memperhatikan sembilan komponen atau nine commandments.
Apa saja komponennya?
Pertama soal data GTK, karena data menjadi masalah utama. Yang lalu, ditjen yang mengurusi PAUD punya data sendiri, dikdas punya, dikmen punya data sendiri. Dulu (datanya) bisa beda-beda, tergantung metodologi dan cara orang menghitungnya. Sekarang semua itu kita satukan. Kita membuat perubahan tata kelola baru yang dimulai dengan entitas tata kelola laksana payung, di tengahnya itu ada data.
Yang paling penting dan jadi titik sentral adalah tata kelola guru, data jumlah guru, rasio guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan data pengawas, yang datanya satu rumah. Kalau selama ini, lain tempat ya gimana (datanya) berceceran. Itu sumber segala permasalahan data. Dari situ kita tahu berapa data guru tersertifikasi, sudah dibayar, rasio guru dan siswa, di mana guru sekarang berada. Dengan itu, datanya real time.
Yang kedua, dari data guru, kita punya potret perencanaan kebutuhan GTK. Bagaimana perencanaan guru. Umpama kita butuh 100 guru. Apa dasarnya, untuk jenjang apa, untuk jenis apa, kejuruan atau umum. Itu harus atas dasar data. Kita punya potret di sekolah mana, gurunya apa, jenisnya, pendidikannya apa? Perencanaan kebutuhan itu harus berdasarkan data. Dari situ, (guru) bisa didistribusikan atau malah redistribusi.
Ketiga, masalah pendidikan calon guru. Tak hanya guru, juga calon kepala sekolah dan pengawas. Kalau pendidikan calon guru atau perguruan tinggi penghasil guru harus tahu, berapa kebutuhan, mata pelajaran apa, di daerah mana. Nanti ketika mendidik, kita menghasilkan produksi, mereka harus berdasarkan data.
Keempat, rekrutmen atau penerimaan. Ketika rekrutmen harus diperhatikan penempatannya. Belakangan ini, masih banyak sekolah yang merekrut guru tak sesuai kebutuhan, tapi tak sesuai dengan lulusan, kompetensi, standarnya. Padahal, berdasarkan aturan sejak 30 Desember 2015, guru harus sudah S-1, D-4, atau Pendidikan Profesi Guru (PPG), tapi masalahnya masih banyak, khususnya sekolah swasta yang merekrut guru di bawah standar.
Masalah lainnya?
Berikutnya sistem pembinaan karier. Masih banyak masalah bagaimana pembinaan karier dilakukan. Umpama diklat, banyak orang tak memperoleh diklat, walaupun ikut diklat, tapi tak tahu kebutuhannya apa, tak tahu kompetensi apa, tak tahu tidak bisanya apa. Kami tahun ini lakukan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengukur kemampuan guru. Angka kredit bermasalah itu kita perbaiki.
Masalah keenam, penghargaan dan perlindungan (harlindung) yang sekarang bermaalah. Banyak guru dipermasalahkan karena tidak sesuai dengan metodologi mengajar. Sekarang orang tua (siswa) dikit-dikit mudah lapor. Bahkan, (siswa) belum ditempeleng saja (orang tua) sudah lapor. Terus ada juga perlindungan profesi bermasalah juga. Sekarang penghargaan untuk guru pinter dan nggak pinter, gaji sama. Tunjangan profesi, insentif masih sama rata. Nanti tahun depan, kita beri insentif sesuai dengan jam kerja yang dia kerjakan. Itu bentuk perlindungan.
Berikutnya, afirmasi atau program keberpihakan. Nawa Cita kita mengatakan, negara harus hadir di pulau-pulau terluar, terpencil, dan terisolasi. Maka kita lakukan program guru garis depan, menyediakan guru garis depan yang nantinya dikirim ke kabupaten daerah perbatasan, terpencil. Ini yang coba kita lakukan.
Kedelapan, organisasi profesi. Harusnya organisasi profesi mengetengahkan mutu, mereka berfungsi mengembangkan profesi dan meningkatkan kompetensi guru, yang sekarang belum. Juga belum ada organisasi profesi yang di-approve undang-undang. Entah A dan B saya tak mau menyebut. Organisasi profesi yang profesional dan mengedepankan mutu.
Kesembilan, keterlibatan publik. Keterlibatan masyarakat terhadap guru, seperti apa. Kita di beberapa tempat, sudah banyak CSR (tanggung jawab sosial perusahaan). Perusahaan besar sudah memberikan CSR untuk pelatihan guru, kita akan dorong lebih bagus lagi, terutama kepada mereka yang nilainya atas hasil UKG perlu ditingkatkan. Jadi nine commandment ini saja jadi dasar tata kelola yang harus dijalankan.
Bagaimana capaian sertifikasi guru?
Sudah 95 persen (saat ini ada 3.015.315 guru dengan rincian 2.294.191 guru tetap berasal dari PNS dan yayasan/swasta dan 721.124 guru tidak tetap), tergantung sudut pandang dulu. Semua guru siap (mengikuti sertifikasi). Program sertifikasi menurut Pasal 8 (UU Nomor 14/2005), calon atau calon guru itu harus S-1, D-4, dan memiliki sertifikat pendidik. Bagi guru yang diangkat sebelum 2005, itu menjadi kewajiban pemerintah dan pemda untuk meningkatkan kualifikasinya dan disertifikasi. Pemerintah berkewajiban menyelesaikan ini selama 10 tahun masa transisi sampai 31 Desember 2015.
Bagi guru yang diangkat setelah UU berlaku, 1 Januari 2006. Memang sistem rekrutmen kita saat itu sampai saat ini masih bermasalah. Hingga masih ada sekolah yang mengangkat guru tak sesuai UU. Sekarang itu jadi kewajiban siapa? Kalau jadi sarjana hukum, pengacara atau notaris, yang biayai siapa? Biaya sendiri! Setiap calon guru yang diangkat setelah UU berlaku, PPG harus sendiri, kan gitu? Perkara nanti pemerintah memiliki program keberpihakan, itu dilakukan karena negara hadir. Tapi tidak wajib.
Apakah pemerintah hadir? Pemerintah hadir beri beasiswa untuk orang pinter, tak mampu, itu namanya afirmasi. Tetapi, kewajiban terletak pada individu. Individu ada, masyarakat ada, dunia industri ada, jadi keterlibatan yang disebut kolaborasi. Itu calon guru memang diwajibkan, apalagi setelah masa transisi sudah selesai tahun 2016, jangan dibolak-balik itu. Negara hadir iya, ada program afirmasi, negara harus hadir, kita melaksanakan PPG profesi puluhan ribu untuk guru yang mau ditempatkan di daerah terpencil dengan sistem guru garis depan, siapa bilang pemerintah tak berpihak, tapi kalau semua harus disekolahkan itu belum. Ke depan ya mungkin kita ikhtiarkan.
Bagaimana pelaksanaan UKG tahun ini?
UKG sekarang dilakukan secara online. Jadi, saya ingin jelaskan secara teknis. Saya baru saya mengecek pelaksanaan UKG bersama teman-teman (di Ditjen GTK). Jadi, UKG bagian dari sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas guru kita. Sebagai bagian untuk mengetahui kualitas guru, tentu harus ada alat ukurnya. Sebagai contoh, untuk mengetahui kualitas tubuh kita, ada 10 kelompok paling tidak, untuk dites, apakah otaknya bagus, jantung, hati berfungsi, dan lain sebagainya. Itu kalau kesehatan. Nah, kita harus uji dan cek UKG, salah stau caranya dilakukan untuk mengetahui dan memetakan kemampuan guru. Terus mengapa harus UKG? Kompetensi guru juga diperlukan need assessment untuk ketahui 'obat' yang sesuai.
Umpama tes kesehatan, dicek 10 item, kalau kompetensi guru dicek bagus nggak? Jadi, UKG dalam rangka meningkatkan kualitas guru. Contoh kita punya standar kompetensi guru (SKG), kita kembangkan indikator pencapaian kompetensi (IPK), kita siapkan 'obat' yang itu dalam bentuk modul. Nanti kita tes. Misal, satu guru hanya bisa satu modul, guru lain bisa empat modul, sehingga raportnya beda-beda. Hasil tes itu digunakan untuk peningkatan kompetensi di bidang tertentu. Sehingga dengan menggelar tes ulang, rencana peningkatan kompetensi guru menjadi terencana. Dari situ grade bisa diketahui. Individu bisa saja dapat nilai sama, tapi peningkatan mutunya bisa beda.
Yang membedakan UKG sekarang dan dulu?
Ini jawabnya enak. Apa ada hal yang baru dan berbeda? Ada! Pertama, paling tidak yang saya pikirkan, target rata-rata nilai guru harus berkembang dong. Dari baseline nilai 4,7, nanti pada akhir kabinet Pak Anies rata-rata harus sudah 8,0. Dari 4,7 tahun 2014, tahun ini ditargetkan skornya 5,5. Tentu ada upaya meningkatkan mutu. Perbedaannya itu, kita punya target, dulu tak ada target. Target itu ada dalam renstra (rencana strategis lima tahun). Untuk mencapai itu diupayakan bareng-bareng.
Yang kedua sensus, kalau dulu UKG hanya dengan sampling. Saya bilang tak bisa kalau hanya pakai sampel. Setiap individu harus diuji, untuk dapat tahu mana guru yang tahu dan tidak tahu. Sekarang sudah 95 persen guru yang ikut UKG, ndak usah khawatir. Ketiga, kredibilitas instrumen. Saya bilang pengembangan instrumen UKG melalui tujuh tahapan, kita punya standar kelulusan guru (SKG), indeks pencapaian kompetensi (IPK). Kalau orang ahli indikatornya bagus.
Dibuat blueprint, kan gitu. Dari situ dibuat soal yang dibuat sebagai upaya untuk mencapai kredibilitas soal supaya valid dan reliable, maka penyusunnya orang yang ahli di bidangnya. Ditelaah oleh ahli profesor dan doktor juga, serta asosiasi profesi juga dilibatkan. Itu bukan orang sembarangan yang menelaah soal. Untuk soal mesin, misalnya pihak Astra ikut. Soal tata boga, chef eksekutif hotel ikut terlibat. Karena, untuk guru SMK yang akan mendidik siswa agar siap di bidang industri. Jadi, soalnya dibuat nggak sembarangan, ini perbedaannya.
Anda optimistis kualitas guru akan meningkat?
Guru untuk mendapat nilai itu harus diperbaiki. Untuk mendapatkan nilai itu harus dipersiapkan. Kalau tak disiapkan kasihan guru-guru kita. Dilatih, ditingkatkan kompetensinya, tapi tak tahu apa yang harus ditingkatkan. Selama ini, cuma dikasih diklat, diklat saja, seperti itu. Kita akan melakukan perbaikan. Nanti modul perbaikan kita upload ke dunia maya. Nanti bisa digitalisasi dan dimasukkan ke dalam server, dengan begitu guru bisa download. Guru bisa belajar di mana saja, itu kebaruan yang kita tawarkan.
Kita juga adakan program Yuk Sharing. Apa yang disharing? Pemerintah punya kewajiban iya, pemda punya kewajiban iya, termasuk guru sendiri untuk memperbaiki diri. Ini yang saya katakan peningkatkan kualitas guru kita mulai. Jadi, fungsi UKG untuk pemetaan dan perbaikan jelas. Dengan ini, setiap daerah berbeda treatment-nya, apa yang harus diperbaiki jelas.
Sumber:
Republika