September 2015

12:53 PM
WARTA GURU-- Halo, Bapak/ Ibu Guru yang kami hormati. Semoga Bapak/ Ibu akan selalu sehat dan dalam lindungan Tuhan YME. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menegaskan penilaian kinerja dan kompetensi guru harus menjadi syarat utama dalam pemberian tunjangan profesi. Itu sebabnya diperlukan mekanisme pengawasan dan penilaian yang handal dan akurat, sehingga penilaian tersebut adil dan bermartabat.
"Kinerja guru perlu sejalan dengan kompetensi guru, sertifikasi guru, dan penghargaan yang diberikan kepada guru. Untuk mendorong kinerja guru, pemerintah menetapkan bahwa penilaian kinerja dan kompetensi guru harus menjadi syarat pemberian tunjangan profesi," ujar Menteri Anies, Rabu (26/8).

Anies menambahkan, Kemdikbud bekerja sama dengan Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penganggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah melakukan ujicoba program Kinerja dan Akuntabilitas Guru (KIAT Guru).

Program ini dilakukan dalam rangka membangun perangkat kebijakan untuk mengaitkan pembayaran tunjangan guru dengan kinerja guru serta melibatkan masyarakat dalam peningkatkan layanan pendidikan.

Dalam ujicoba yang dilakukan, ada tiga kabupaten yang diajak bekerja sama, yaitu Kabupaten Kaimana, Ketapang, dan Keerom. Pendekatan yang dilakukan oleh KIAT Guru adalah memperbaiki mekanisme dan transparansi pembayaran tunjangan guru di tiga kabupaten tersebut, dan dikaitkan dengan keberadaan dan kualitas pelayanannya.
"Melalui KIAT Guru, ada tiga instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur kinerja layanan guru. Pertama, menggunakan aplikasi berbasis Android yang dapat digunakan untuk mendata kehadiran guru dan murid secara akurat," ulasnya.

Kedua, instrumen untuk mendiagnosa dengan cepat kemampuan dasar para peserta didik dalam literasi dan numerasi dasar peserta didik. Hasil pemetaan kemampuan dasar murid secara sederhana, lanjutnya, memungkinkan masyarakat untuk mengetahui sejauh mana capaian murid-murid di desa mereka dibandingkan dengan standar capaian Kurikulum 2006.

Ketiga, instrumen yang memungkinkan masyarakat menilai kinerja layanan guru berdasarkan 5-8 indikator, yang secara sederhana menuntut peningkatan kompetensi guru dalam hal profesionalitas, pedagogik, sosial, dan kepribadian guru.

Instrumen tersebut dituangkan dalam Formulir Penilaian Layanan yang diisi dan dilengkapi setiap bulan oleh Komite Pengguna Layanan yang terdiri dari perwakilan orang tua siswa, tokoh agama dan masyarakat, dan anggota masyarakat lainnya.
"Ketiga instrumen tersebut digunakan sebagai perangkat kebijakan untuk mengaitkan pembayaran tunjangan dengan kinerja layanan guru dan untuk meningkatkan akuntabilitas guru kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang telah diadaptasikan untuk bidang pendidikan. Rencananya, ujicoba akan mulai dilakukan pada pertengahan tahun 2016," pungkasnya.

Sumber: jpnn

10:40 AM ,
WARTA GURU-- Halo, Bapak/ Ibu Guru yang kami hormati. Semoga Bapak/ Ibu selalu sehat dan dalam lindungan Tuhan YME. Guru-guru di Jakarta keberatan dengan rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengenai apresiasi yang diterima oleh guru harus sesuai dengan kinerjanya.

Dalam hal ini, Kemendikbud sebelumnya menyebutkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) akan menjadi patokan untuk menentukan besaran tunjangan sertifikasi yang diterima oleh para guru.
Salah satu guru di Jakarta, Sufia Julita, merasa Kemendikbud justru tidak mengayomi para guru dengan adanya rencana tersebut. Menurut guru mata pelajaran sosiologi ini, tunjangan sertifikasi diberikan atas dasar Undang-undang guru dan dosen. "Ketika dicanangkan dalam undang-undang, ini sudah otomatis jadi hak guru. Tetapi kenapa ada tambahan harus mengajar 24 jam, harus uji kompetensi baru dapat tunjangan profesi guru," kata dia.

Sufia mengatakan, selama ini penilaian dilakukan bukan hanya tes UKG tetapi dilihat dari bagaimana guru mengajar dengan benar, membuat perangkat pembelajaran, dan menerapkan metode mengajar dengan benar. Menurutnya, langkah yang diambil Kemdikbud ini seolah menunjukkan bahwa lembaga tersebut tidak percaya dengan pekerjaan yang dilakukan oleh guru.
"Entah kurang yakin atau bagaimana, sebenarnya kan kalau guru sudah lulus dari perguruan tinggi kependidikan, saya pikir kompetensinya sudah ada. Dokter saja kan untuk sertifikasi tidak harus melayani 50 pasien dalam satu hari," jelasnya.

Sufia berpendapat, mengajar itu bukan terbatas dengan jamnya tetapi bagaimana guru dapat mentransfer ilmu dengan baik. Ia berpendapatan, satu kali tes UKG secara online tidak bisa jadi patokan untuk menilai kualitas guru. "Bisa jadi hasil tes UKG online itu tidak valid. Kami siap saja jika harus tes, tapi jangan seolah mengancam kami, kalau nggak lulus nggak terima sertifikasi," kata Sufia.
Dibandingkan menakuti guru, Kemendikbud seharusnya mengelola guru dengan benar. Jika hasil UKG tidak lulus, maka seharusnya diberikan pembinaan.

Sementara, guru lainnya, Siti Amaliyah, mengaku tidak ingin mempermasalahkan mengenai UKG. Ia tidak keberatan jika penilaian dilakukan berbasis kinerja. "Kebijakan pemerintah kita laksanakan. Bagi saya tidak masalah, karena yang terpenting adalah untuk pendidikan anak-anak," jelasnya.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Sumarna Surapranata menyebutkan sementara ini dirinya memastikan tidak akan memotong tunjangan profesi guru (TPG).
“Belum ada pemotongan tunjangan. Saya katakan, tidak ada sekarang. Soal nanti, saya tidak tahu,” ujar Pranata, sapaan Sumarna Surapranata.

Pranata mengatakan, sejauh ini Ditjen GTK belum berencana memotong TPG guru yang memiliki nilai UKG rendah. Menurutnya, institusinya menganut prinsip dasar sesuai visi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, yang mengaitkan kinerja dengan apresiasi yang akan diterima guru. Ia mengatakan, visi Mendikbud tersebut menyebutkan terkait guru ada empat komponen yang saling berhubungan, yakni kinerja, kompetensi, sertifikasi, dan apresiasi.

Pranata menjelaskan, berdasarkan visi tersebut, Ditjen GTK menganut sistem kinerja guru harus ekual dengan kompetensinya. Kompetensi guru harus ekual dengan sertifikasinya, dan sertifikasi guru harus ekual dengan apresiasi yang diterimanya. “Jadi, guru yang sudah berkinerja dan berkompetensi bagus harus mendapatkan apresiasi lebih dibandingkan yang belum,” jelasnya.
Namun, ia belum dapat memberikan jawaban karena apresiasi dan konsekuensi masih dalam tahap diskusi. Ia menjelaskan, selama ini institusinya hanya memiliki hasil pemetaan dari UKG terhadap 1,6 juta guru. Di mana, ada 152 guru yang memiliki UKG di atas 90, sementara 1875 guru UKG-nya di bawah 10.

Menurut Pranata, ke depan, data hasil UKG akan menjadi dasar pemberian pendidikan dan latihan (diklat) bagi para guru. Menurutnya, hasil UKG merupakan salah satu yang akan digunakan menjadi dasar memetakan kondisi guru. Pranata mengatakan pada November tahun ini pihaknya akan mengadakan UKG tanpa terkecuali.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo, mengatakan ketidaksepakatannya dengan rencana tersebut. Menurut Sulis, dengan menerapkan kebijakan itu, artinya Kemendikbud menjadikan hasil UKG sebagai sanksi untuk menghukum guru.
"Hal yang sepatutnya dilakukan Kemendikbud jika hasil UKG guru rendah, maka guru harus diberikan porsi pelatihan lebih tinggi. Sementara guru yang nilainya sangat tinggi bisa melatih guru lainnya, tujuannya sharing kemampuan yang dimiliki," kata Sulis.

Menurut Sulis, selama UU mengenai guru dan dosen masih berlaku, Kemendikbud tidak bisa menerapkan kebijakan yang bertentabgan dengan UU guru dan dosen, terutama terkait dengan sertifikasi yang diberikan. "Kemendikbud jangan mengembangkan pikiran untuk mengurangi hak guru. Sertifikasi itu nilainya tidak seberapa kok, hanya satu bulan gaji, kasihan guru kalau harus dikurangi karena hasil UKG-nya tidak memenuhi," jelasnya.

Sumber: wartakota.tribunnews

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget